
1. Muharram di sebut
|
Asan Usen
|
2. Safar >
|
Sapha
|
3. Rabiul Awal >
|
Mauelot
|
4. Rabiul Akhir >
|
Maulot
|
5. Djumadil Awal >
|
Adoe Maulod /Meulot Tenog
|
6. Djumadil Akhir >
|
Maulot Keuneulheih
|
7. Radjab >
|
Kanduri Boh Kayee
|
8. Sya’ban >
|
Kanduri Apam
|
9. Ramdhan >
|
Kanduri Bu
|
10. Syawal >
|
Uroe Raya
|
11. Zulka’edah >
|
Mapet atau Meuapet
|
12. Zulhijjah >
|
Haji
|
Sedangkan nama hari juga memakai nama hari sendiri, satu
minggunya orang Aceh serupa juga dengan seminggu orang Islam lainnya, yaitu
tujuh hari. Sebagai berikut:
1. Aleuhad =
Ahad ( Minggu )
2. Seunanyan =
Senin
3. Seulasa =
Selasa
4. Rabu =
Rabu
5. Hameh =
Kamis
6. Djeumeu'at = Jum’at
7. Sabtu
=
Sabtu
Orang Aceh menganggap bulan Puasa (Ramadhan) adalah
bulan yang utama, begitu juga hari Djeumeu'at (Jum'at) di anggap sebagai hari yang
paling mulia di antara hari2 lainnya.
Dalam kehidupan masayarakat
dahulu, semua bulan itu mempunyai makna atau kegiatan dan arti yang akan
menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Bukan pertama Asan-Usen. Pada tanggal 10 bulan Asan-Usen di jadikan
tanggal berkabung, untuk memperingati meninggalnya cucu Rasulullah, Saidina
Hoesin dan Saidhina Hasan yang syahid dalam perang. Di samping itu juga para
perempuan juga memasak bubur yang di namai "kanduri asjura" yang terdiri dari beras dan berbagai buahan.
Bulan kedua, Sapha (Safar), para
orang tua dahulu menganggap bulan Sapha
sebagai bulan yang tidak baik, apabila ada acara penting atau istimewa
yang berkenan dengan urusan rumah tangga, maka pekerjaan tersebut tidak di
laksanakan, di tunda. Disamping itu, pada setiap rabu habeh (rabu minggu
terakhir bulan Safar) masyarakat Aceh melakukan ritual tolak bala (buang sial/naas)
kelaut dengan cara mandi laut sepuasnya untuk menghanyutkan semua sial ke laut.
Tetapi, dimasa sekarang ritual rabu habeh ini sudah mulai di tinggalkan karna di
anggap bertentangan dengan syariat, atau syirik.
Pada bulan ketiga sampai kelima. Dimulai pada tanggal 12 Rabi'ul
awal sampai 100 hari ke depannya, masyarakat mengadakan kenduri maulid Nabi
Besar Muhammad s.a.w. yang di sebut "kanduri maulot" sebagai
memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, baik secara besar-besaraan maupun
sederhana, perayaan maulod ini diadakan kapan saja selama 100 hari bulan maulod.
Biasanya kanduri maulot di adakan beramai2 di meunasah-meunasah. Dengan membawa
hidangannya dari rumah masing-masing yang di tutup dengan sange (tudung). Yang menjadi
tamu kanduri maulot adalah masyarakat tetangga yang di undang dari desa2
sekitar, di sela-sela kanduri moulot juga diadakan acara meudike.
Semasa penduduk Aceh Rayek (Aceh Besar) masih terikat pada
perkauman (adat), sebelum Sulthan Iskandar Muda berkuasa, kesempatan itu dipergunakan
juga untuk memperbaharui silsilah keturunan mereka.
Selain kanduri maulot di Aceh juga banyak di lakukan
kanduri-kanduri lain pada tiap bulan, misalnya pada bulan ke enam, Khanduri boh
kayee (Djumadil Akhir) di lakukan khanduri boh kayee (buah-buahan) karna pada
bulan tersebut banyak buah-buahan yang siap di panen untuk di jual. Dimulai ini
juga disebut bulan maulid sepuluh hari, karna 10 hari pertama bulan boh kayee
masuk ke 100 hari bulan maulid.
Pada bulan ketujuh, buleun Apam/Ra’jab di lakukan kanduri Apam
atau Toet Apam (sejenis kue serabi), kanduri Apam ini di lakukan di setiap
rumah masing2 yang di hidangkan kepada setiap tamu yang lewat di depan rumah
ada juga yang sengaja di undang.
Kanduri toet Apam selain di lakukan pada bulan Apam/Ra’jab, juga
tot apam juga di lakukan pada saat ada orang meninggal dunia yang di hidangkan
setelah prosesi pemakaman.
Dan pada bulan ke delapan bulan Khanduri Bu (Nasi)/ Sya’ban. Dikatakan
kanduri bu adalah karena pada tanggal 15 Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) masyarakat
Aceh melakukan khanduri Beureuat atau malam Nishfu Sya’ban.
Tiap2 rumah membawa satu hidangan ke meunasah2 yang di hadiri
laki2 dan anak2 setelah shalat magrib untuk menyantap kahduri beureuat. Dan
pada saat itu juga, setiap pagar masuk rumah (babah roet) juga di nyalakan
panyot (sejenis lampu teplok).
Bulan Puasa, bulan kesembilan. Di samping berpuasa
sekaligus mengurangi rutinitas pekerjaan, harus hidup tenang dan banyak membaca
kitab2 keagamaan yang di sebut "meuteula'ah". Pada malamnya sesudah
melakukan shalat tarawih di lanjutkan dengan tadarus (meudaruih) atau membaca Al-Quran.
Di setiap desa2 tepatnya menasah diadakan wot ie bu
(masak bubur) untuk persiapan buka puasa bersama di meunasah, hal tersebut
dilakukan sebulan penuh bulan Puasa, disamping untuk buka puasa juga dibolehkan
untuk membawa pulang kerumah. (NB: di Aceh, acara buka puasa bersama di lakukan
sebulan penuh di meunasah2 yg dihadiri para laki-laki).
Ketika memasuki malam ke-17 puasa, masyarakat memperingati
ulang tahun turunnya Al-Quran dengan mengadakan kanduri di meunasah, sementara
memasuki hari ke-27 puasa masyarakat mengeluarkan zakat fitrah yang di serahkan
pada Teungku Meunasah (Imam). Pada2 malam 27 itu dahulu memasang lampu2 kecil
di rumah masing untuk memuliakan malam lailatulqadar.
Memasuki malam 1 Sjawal atau buleun Uroe Raya, orang
sudah mulai memuji-muji (takbir) kebesaran Allah baik di meunasah2, maupun di mesdjid2
dan rumah2. Pagina berkumpul di mesdjid2 untuk sembahyang Hari Raya Idul Fitri.
Setelah itu, di lakukan kunjung-mengunjung untuk beberapa hari lamanya.
Bulan kesebelas, bulan Mapet (Zulkaidah). Dikatakan
bulan Mapet di karnakan bulan ini ada diantara dua kali hari raya
Bulan kedua belas, bulan Haji. Pada tanggal 10 Zulhijjah
(Haji) orang Aceh merayakan Hari Raya Haji, seperti hari Raya Puasa. Bedanya
setelah Shalat Idul Adha di lakukan penyembelihan kurban untuk fakir-miskin dan
anak yatim.
Disamping itu, pada bulan ini ada beberapa pantangan
tiga hari sebelum dan sesudah hari raya Idul Adha, seperti tidak boleh pergi ke
sawah/kebun/kelaut, dan bagi siapa yang melanggar pantangan ini di percaya akan
menerima musibah atau kecelakaan yang akan menimpanya. Hal tersebut di lakukan
untuk menghormati orang yang sedang menunaikan Ibadah Haji di tanah suci.
Intisari dikutip dari Buku
Muhammad Hussein. terbit Kuta Radja 1970.
goog
ReplyDelete