Pulau (Pulo) Aceh, terletak
paling Utara Selat Malaka dan Paling Barat Samudera Hindia Indonesia, secara
administratif Pulo Aceh masuk di dalam salah satu Kecamatan di Kabupaten Aceh
Besar. Di sekililing Pulo Aceh terdapat pulau-pulau kecil lainnya yang tidak
berpenghuni. Untuk mencapai Pulo Aceh, harus menumpang boat nelayan ikan,
satu-satu transportasi laut untuk menuju Pulo Aceh, perjalanan bertolak dari
lampulo Kota Banda Aceh menempuh waktu 3 atau 4 jam tergantung kondisi cuaca.
Dalam perjalan laut, kami
sedikit terganggu dengan kondisi cuaca angin kencang yang menyebabkan gelombang
laut tinggi. Iya, mau tidak mau saya di hadapkan pada pilihan mengadu nyali
dengan menantang ganasnya gelombang laut. Cukup mengocok seluruh isi perut,
dengan muka pucat terbesit dalam hati apakah ini hari terakhir saya hidup di
muka bumi ini atau mati di telan ganasnya gelombang laut, bahkan beberapa saat
kemudian gelombang laut makin tinggi, tiap sepuluh menit sekali, pawang boat
memeriksa lambung kapal biar tidak kemasukan air laut.
![]() |
Perjalanan Laut ke Pulo Aceh |
Namun setelah beberapa jam
kemudian mulailah terlihat gugusan-gugusan pulau-pulau kecil yang hanya di huni
jin-jin beranak, pemandangan ini membuat kegelisihan saya mulai berkurang.
Ketika perjalanan mau sampai,
pawang boat sambil tersenyum memberi tau bahwa boat kelebihan muatan di
dalamnya berton ton minyak tanah, semen, dan beras. bahkan merekapun sedikit
merasa was -was dengan kondisi gelombang laut tadi.
Ini adalah pengalaman pertama
saya mengunjungi Pulo Aceh, dan saya langsung jatuh cinta dengan lokasi serta
pemandang laut biru nun indah.
Pulo Aceh harus bangga dengan menyimpan beragameksotisme yang bisa menyihir siapa saja, di mulaidari keindahan alamnya, keindahan kaki-kaki gunung, tepi-tepi pantai serta birunya gelombang laut lepas Samudera Hindia, Apalah daya semuanya ini adalah kelebihan yang belum mendapatkan perhatian untuk di kembangkan menjadi industri wisata. Kini saya hanya dapat melihat eksotisme Pulo Aceh bertahta abadi sambil bercumbu bersama ombak-ombak Samudera Malaka dan Hindia sambil menunggu waktu punahnya keabadian duniawi.
Pulo Aceh harus bangga dengan menyimpan beragameksotisme yang bisa menyihir siapa saja, di mulaidari keindahan alamnya, keindahan kaki-kaki gunung, tepi-tepi pantai serta birunya gelombang laut lepas Samudera Hindia, Apalah daya semuanya ini adalah kelebihan yang belum mendapatkan perhatian untuk di kembangkan menjadi industri wisata. Kini saya hanya dapat melihat eksotisme Pulo Aceh bertahta abadi sambil bercumbu bersama ombak-ombak Samudera Malaka dan Hindia sambil menunggu waktu punahnya keabadian duniawi.
![]() |
Menara Mercusuar Williams Torren III |
Namun sayang, saya tidak
mempunyai kesempatan untuk menikmati birunya laut Pulo Aceh, maklum pada saat
itu gelombang laut akibat cuaca yang kurang bersahabat terlalu berbahaya untuk
berenang. padahal segala perlengkapan renang seperti, masker selam ,snorkel dan
Fins sudah saya persiapkan sebelum keberangkatan.
![]() |
Pose dengan Latar Bangunan Tua |
Selain berenang di Pulo Aceh,
tujuan utama saya adalah mencapai puncak menara Mercusuar Williams Torren III
atau William Alexander Paul Frederick Lodewijk (1817-1890) yang di bangun oleh
kolonial Belanda 1875 semasa penjajahan Aceh. Walaupun usianya mencapai satu
setengah abad, Mercusuar Williams Torren masih tetap kokoh berdiri menghadap
samudera Hindia, biarpun gunjangan gempa 9,7 Skala Righter 2004 menguncangnya
tujuh tahun lalu. Selain Mercuasuar, beberapa meter di sampingnya terdapat
bangunan Loji panjang tempat para Perwira Belanda berdansa dulu dan bangunan
berisi bungker bawah tanah yang sudah tidak terawat.
Setelah menikmati secangkir kopi
di Desa Meulingge, jarum jam menunjuk pukul 20.00 setelah melapor pada kepala
desa, saya bersama beberapa kawan melanjutkan perjalanan selama satu jam lebih
di malam buta dalam hutan belantara Pulo Aceh merupakan suatu kebanggaan buat
saya, tepatnya jam 20.55 WIB di bawah rintik-rintik hujan kamipun berjalan
mendaki tanjakan berbatuan dan tikungan yang berbahaya, bahkan sebagian
mendorong motornya.
![]() |
Teras Puncak Mercusuar |
Puncak Williams Torren kami
taklukkan, satu persatu anak tangga saya naiki. Terlihat beberapa anak tangga
telah copot. Ketika mencapai puncak menara yang berketinggian 85 meter ini
mengobati lelahnya perjalanan di malam buta, berdiri di bagian teras puncak
Mercusuar yang di kelilingi terali besi bercat merah tua, suara hembusan angin
begitu kencang. sungguh hal yang luar biasa, pemandangan semesta alam
terlentang di depan mata, ketika saya berdiri di tepi pagar teras sambil
menggenggam pembatas, melihat kebawah seakan-akan terasa jantung saya copot.
Kekhawatiran saya sangat berlebihan ketika membayangkan tiba-tiba ada gempa
mengguncang dan merobohkan menara ini.
![]() |
Lampu Mercusuar Williams Torren III |
Melihat di kejauhan nampak
beberapa cahaya lampu kapal-kapal nelayan yang mencari ikan dan kerlap
kerlipnya lampu Pulo Weh Sabang.
Ketika genggaman tangan saya
lepaskan pada pagar pembatas sambil melentangkan tangan ke udara saat itu pula
mengingatkan saya pada salah satu adegan di film Titanic yang
di perankan oleh Jack (Leonardo DiCaprio) dan Rose (Kate Winslet) berdiri di
ujung kapal pesiar sambil melentangkan kedua tangan ke udara. Oh, begini ya
rasanya hahahaa.
![]() |
Mercusuar dilihat dari Penjara |
Setelah puas berputar-putar
melihat pemandangan, saya pun mengambil trianga memasakkan air, menikmati
pemandangan alam bertabur bintang dengan menikmati teh dan indomie rebus sambil
bengong sangking terpesonanya dengan keindahan langit yang penuh bintang,
menikamti keindahan laut adalah hal yang sangat menyenangkan pada malam hari,
apalagi ada teman saya menikmati keindahan alam dengan menghisab Ganja entah
dari mana ia dapatkan.
Berada di puncak paling tinggi
sambil menghisap ganja seolah-olah kita sedang berada di dunia lain, begitu
kata teman.
Jam pun beranjak pukul 02 pagi,
sayapun mengambil kain sarung dan merebahkan badan di lantai teras puncak
menara berbantalkan sandal. Sekitar satu jam tertidur hujan pun turun membahasi
tubuh kami, buru-buru bangun dan masuk kedalam mencari tempat yang pas untuk
melanjutkan tidur. Beberapa teman saya terlelap tidur di basahi hujan, sengaja
tidak saya bangunkan biar mereka tau dan merasakan bagaimana sengsaranya tidur
bak karang di hempas gelombang, punahlah kalian gumamku sambil tertawa
terbahak-bahak.
Paginya kami beranjak menuju
pelabuhan Williams Torren yang hanya tinggal puing-puingnya rusak akibat
hantaman gelombang Tsunami.
Untuk mempersiapkan makan siang
kamipun membagi tugas, beberapa orang di tugaskan memasak nasi sebagian lagi
menyelam memancing ikan. Yang menariknya, dua puluh meter dari pelabuhan
Williams Torren ini terdapat sumur besar peninggalan Kafe Belanda.
Satu-satunya air tawar yang terdapat di pelabuhan tersebut. tapi sayang, kami
tidak bisa memakai nya. Seekor monyet malang mengapung di dalamnya, punahlah
manusianya (kata Monyet).
Padahal sumur belanda tersebut
satu-satunya harapan kami untuk mencuci beras dan merebus indomie. Namun
terkadang dalam keadaan mendesak (darurat) segala ide keluar dari otak kita,
salah satunya otak teman saya zolgebe, ia mengeluarkan ilmu andalannya yang ia
dapatkan ketika menonton salah satu Reality Show TV Champion Jepang di MNC
TV,hahaa. Dengan mengambil beberapa jeruk nipis ia campurkan dengan air laut
untuk mengurangi kadar garam serta mensterilkan kandungan zat hidrogen dalam
air asin.
Demikianlah secuil kisah cerita
perjalanan pertama saya ke Pulo Aceh, Insya Allah kalo di beri umur panjang
saya akan berlabuh lagi.
Sebelum akhirnya kami kembali
pulang dengan meninggalkan segala kenangan dan kebahagiaan.
NOTES:
- Biaya transportasi ke Pulo Aceh
Rp.15.000 + 15.000 apabila membawa motor, sekali jalan dan
juga dikenakan biaya angkat motor kekapal Rp.15.000 + 15.000 untuk
menurunkan motor dari kapal
- Jangan lupa membawa bekal makanan &
minuman kalo anda ke Menara Mercusuar karna tidak ada kios disana. jin
banyak hee
- Masyarakat Pulo Aceh sangat
Friendly
Luar biasa perjalanan sahabatku... semoga masih ada seribu kisah menarik lainnya yang bisa engkau suguhan kepada kami.... memang meunyoe bak teumuleh droekeuh luar biasa that.. like it u story....
ReplyDeleteHahaaa terima kasih. lon kira perjalanan droe neh lebih luar biasa lom.
ReplyDeletetengoh meurunoe tumuleh ngon. :D